24 views

Jangan Takut Berimprovisasi

DINDA mengeluhkan padatnya jadwal latihan drama di sekolahnya. Hingga membuat dia kehilangan gairah untuk meneruskan membuka potensi seni yang ada di darahnya.

“Mbak harus terus semangat dong! Semua kan ada prosesnya! Jangan kalah oleh suasana yang memang harus dilakoni, mbak!” kata Gilang.

“Ya mbak sih nggak kalah dek! Cuma sebel aja, jadwal latihannya padet bener! Sudah begitu nggak boleh sedikit pun keluar dari alur yang sudah jadi ceritanya! Kaku dan nggak menariklah jadinya! Padahal seni kan harusnya nggak begitu! Ada celah untuk berekspresi, ada sisi saat berimprovisasi! Tentu tanpa merusak alur cerita yang sudah ada!” beber Dinda dengan nada kesal.

“Ya mbak jangan takut berimprovisasi dan berekspresi dong! Lakuin aja dalam latihan, nanti kan penulis cerita atau sutradaranya bisa menilai!”

“Nggak boleh, adek! Mbak sudah pernah bilang dan mendiskusikannya!” sela Dinda.

“Ya nggak usah bilanglah, mbak! Mainkan aja ekspresi mbak dengan improvisasinya saat latihan! Dimana-mana, keberanian mengambil sikap itu memang mengandung risiko, mbak! Tapi ya kalo itu memang pilihannya, kenapa takut?” tegas Gilang.

“Ini bukan soal takut atau berani, dek! Tapi ngadepin kekukuhan sikap penulis cerita sama sutradara kan nggak sederhana! Salah-salah kalo mbak improvisasi dianggep nggak nurut, dianggep nggak bisa main dalam tim, dianggep susupan dari teater lain! Sekarang ini kan eranya orang sipek-an, dek! Beda sedikit dinilai nggak loyal! Ngeritik yang hakekatnya buat kebaikan dibilang ngelawan, kan serba repot!”

“Gini, mbak! ada kisah, waktu itu kapal barang Jerman bernama MS Poseidon dipimpin Kapten Nielsen mulai berlayar 4 Agustus 1939 dari Jerman tujuan Amerika Selatan! Namanya aja kapal barang, isinya para keluarga Yahudi yang diizinkan meninggalkan Jerman! Pas 1 September 1939, pecah perang! Posisi kapal MS Poseidon sudah mendekati pantai untuk menurunkan ratusan keluarga Yahudi!”

“Terus dek….?!”

“Tiba-tiba datang perintah dari Kementrian Transportasi Jerman untuk segera kembali atau tenggelamkan kapal agar tidak jatuh ke tangan musuh! Nah, sang kapten kapal berimprovisasi, mbak! Mengambil sikap! Dia lajukan kapalnya sampai ke daratan! Selamatlah para warga Yahudi yang dibawanya! Setelah itu baru melaut lagi dan ketimbang ditangkap musuh, Kapten Nielsen memilih menenggelamkan kapalnya beserta dirinya dan para anak buah kapalnya! Ini kejadian nyata, mbak! Betapa kita jangan takut dalam berimprovisasi! Jangan takut mengambil sikap! Walo tentu semua ada risikonya!” urai Gilang panjang lebar.

“Bagaimana kalo dengan keberanian berimprovisasi atau berkreasi itu ternyata malah disalahkan?!” kata Dinda.

“Jangan takut dong, mbak! Sepanjang hal itu dilakukan tanpa mengubah tujuan cerita, ya nggak masalah! Dunia drama kan wahana mengekspresikan sesuatu yang didominasi oleh geliat jiwa! Yang terbentuk dalam olah gerak dan olah kata! Jadi nggak ada salahnya mbak coba! Ketimbang mbak makan hati, lebih baik diledakkan hasrat jiwa yang ada dengan improvisasi tinggi pada pagelaran cerita demi ceritanya!”

“Jadi mbak harus berani berimprovisasi ya dek! Apapun risikonya?!” ucap Dinda.

“Iya, harus gitu, mbak! Yakin aja, kalo penulis cerita dan sutradara itu bener-bener orang seni, mereka akan menyukainya! Karena dengan adanya pemain yang tinggi improvisasinya, mereka akan melihat pertunjukan dramanya semakin memikat penonton pada saatnya!” kata Gilang sambil tersenyum lega. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *