24 views

Secuilnya Penghargaan

WAJAH Gilang memang tampak berbinar sepulang dari sekolah, namun Dinda tahu bila ada gelegak tersendiri di hati adik semata wayangnya itu.

“Hayoo, adek nyimpen rasa-rasa apa ya?” kata Dinda mencandai Gilang yang tengah membuka sepatunya.

“Rasa-rasa apaan, mbak? Nggak ada apa-apa kok!” sahut Gilang dengan nyantai.

“Adek kan baru mendapat penghargaan sebagai the best excelent di kelas, iyakan? Tapi kok wajahnya nggak ceria beneran gitu! Datar-datar aja! Harusnya kan saat ini adek itu full happy!” ucap Dinda.

“Biasa aja kali, mbak! Bersyukur iya! Tapi ya nggak harus euforialah, mbak! Lagian apalah artinya penghargaan itu!” kata Gilang dengan cueknya.

“Lho, itu kan penghargaan bergengsi, dek! Prestise dan prestasi! Jarang yang bisa meraih penghargaan kayak adek ini selama di sekolah!”

“Nggak gitu juga kali, mbak! Jangan lebay-lah, mbak! Kayak nggak pernah dapet penghargaan aja! Lagian apanya yang mau dibanggain coba?”

“Maksudnya apa, dek?!”

“Lha iya, apanya yang mau dibanggain dengan penghargaan itu? Kan cuma dapet selembar kertas doang, mbak! Cuma diumumin waktu upacara aja! Terus apa kebanggaannya itu?!” ujar Gilang.

“Ya kan semua murid di sekolah tau kalo adek itu yang terbaik! Si the best excelent! Para guru juga tau hebatnya adek! Itu semua kan kebanggaan, dek!” kata Dinda.

“Mbak, sekarang ini yang namanya penghargaan itu hanya basa-basi aja! Bagi penerimanya kayak adek, ya secuil ajalah penghargaan itu! Sebab sekarang ini yang namanya penghargaan atau menghargai itu lebih sekadar sebagai simbol-simbol seremoni sebuah acara aja!”

“Kok adek bilang begitu sih? Mestinya kan adek berbanggalah karena dapet penghargaan prestisius!” sela Dinda.

“Jujur ya, mbak! Adek dapet penghargaan kayak gini malah sedih lo!”

“Kok bisa, dek?!”

“Adek sedih karena mikir apakah adanya penghargaan ini akan bisa buat mama dan buya ikut bangga juga apa nggak!” ucap Gilang.

“Sudah pasti mama dan buya juga mbak banggalah sama adek! Karena adek diem-diem ternyata bisa nunjukin kualitas diri yang nggak disangka-sangka!” sahut Dinda.

“Syukur kalo mbak yakin begitu! Sebab adek sebenernya prihatin kalo liat di tv ada anak menggugat ibu kandungnya atau anak yang gugat bapak kandungnya! Betapa tipis dan secuilnya sekarang ini penghargaan bagi para orang tua! Kenapa banyak anak yang sampai lupa bahwa dia nggak bakal ada di muka bumi ini kalo nggak ada kedua orang tuanya! Mengapa ada anak yang tega-teganya menggugat orang tua hanya karena silau oleh harta! Kenapa ada anak yang tertutup mata batinnya betapa banyak air susu yang ia dapatkan dari ibunya, betapa banyak kekuatan kasih sayang yang diperoleh dari ayahnya! Adek prihatin dan sedih kalo denger di tv ada kasus kayak gitu, mbak!” beber Gilang dengan suara terbata.

“Ya itu kan cerita kehidupan orang lain, dek! Kita kan nggak bakalan berbuat kayak gitu kepada mama dan buya! Jangan karena keprihatinan dengan kasus-kasus semacam itu menjadikan adek kurang mensyukuri penghargaan yang adek terima ya! Karena pada hakekatnya, tak ada kejadian apapun di alam ini yang lepas dari kehendak Tuhan! Tinggal kita saja bagaimana menempatkan apapun itu dalam cawan keikhlasan dan kesadaran siapa sebenernya kita ini! Penyadaraan diri itu lebih penting untuk selalu kita lakukan ketimbang berbangga-bangga atas apa yang kita terima saat ini, walo itu penghargaan bergengsi sekalipun! Mbak bangga sama adek!” kata Dinda sambil memeluk Gilang. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *