119 views

Gaya Kidology

DINDA berjingkrak kegirangan ketika memenangkan pertandingan bulutangkis melawan pemain unggulan di sekolahnya. “Alhamdulilah, akhirnya kesampaian juga!” teriaknya sambil bersujud di lapangan.

“Selamat ya, mbak! Luar biasa permainan, mbak!” kata Gilang saat menyambut Dinda di luar lapangan.

“Iya, dek! Alhamdulilah bener mbak! Emang berat bener pertandingan tadi! Tapi mbak emang sejak awal sudah bertekad main habis-habisan sekali ini! Sebab ini pertandingan prestisius, dek!” sahut Dinda masih dengan nafas ngos-ngosan.

“Maksudnya pertandingan prestisius itu gimana, mbak?!”

“Lawan mbak tadi itu kan juara bertahan, dek! Bahkan sudah tiga tahun berturut-turut jadi juara tunggal putri di sekolah kami! Semua pemain tekadnya hanya satu aja, ngalahin dia! Alhamdulilah, akhirnya mbak yang bisa ngalahinnya! Ini punya gengsi sendiri, dek! Nggak cuma prestasi!”

“Oh gitu ya, mbak! Tapi emang tadi seru bener, mbak! Adek deg-degan terus! Berdoa terus buat mbak! Emang jago ya lawan mbak itu?!”

“Mbak juga nggak lepas doa sambil main, dek! Pokoknya ikhtiar lahir batinlah, dek!”

“Kunci keberhasilan mbak ladeni permainan lawan tadi itu apa?” tanya Gilang.

“Yang pertama ya tekad, dek! Tekad untuk bisa mengalahkan lawan! Kedua, kesiapan fisik dan mental! Adek kan tau gimana lawan tadi sering mancing-mancing emosi, agar mbak kehilangan konsentrasi! Alhamdulilah mbak nggak terpancing! Mbak kukuh dengan strategi menguras tenaganya!” ujar Dinda.

“Pake gaya apa nguras tenaga lawan tadi, mbak?!”

“Mbak mainkan gaya kidology, dek!”

“Apa pula itu, mbak? Perasaan nggak pernah deh adek denger gaya itu di dunia bulutangkis?!” kata Gilang.

“Itu emang bukan teori buat bermain di bulutangkis, dek! Tapi mbak pahami filosofinya aja! Gaya kidology itu adalah upaya melempar beban ke lawan! Sebenernya, itu teori politik, tapi mbak praktekin di dunia olahraga! Dan ternyata mujarab juga!” urai Dinda sambil tersenyum.

“Oh gitu ya, mbak?! Gaya kidology yang mbak praktekin kayak mana?!”

“Ya mbak buat lawan terus-terusan melakukan lompatan untuk men-smesh! Bertubi-tubi mbak kasih bola-bola atas! Akhirnya dia selalu melompat tinggi untuk memukul kencang-kencang! Mbak sudah selalu siaga untuk kembalikan bolanya!”

“Cuma gitu aja, mbak?!”

“Ya nggaklah, dek! Kasih bola-bola tinggi itu kan agar lawan terpancing untuk melompat men-smesh! Lama-lama kan terkuras tenaganya! Sesekali mbak mainkan bola-bola pendek depan net! Juga lob-lob ke kiri-kanan lapangan! Mbak kendalikan permainan dengan gaya kidology itu, dek!” beber Dinda.

“Dan hasilnya emang memuaskan ya, mbak?!”

“Iya, alhamdulilah, dek! Tapi untuk memainkan gaya kidology itu emang nggak mudah lo, dek! Selain kesiapan fisik dan mental yang bagus, juga kita pahami betul segala kelebihan dan kekurangan lawan! Sebab mempraktekkan gaya melempar beban ke lawan itu harus punya referensi yang valid akan lawan itu sendiri! Jangan cuma tau kekurangannya aja, apalagi meremehkan! Yang lebih penting justru harus paham betul segala kelebihan lawan! Baru bisa ditemukan strategi yang pas buat memainkan gaya kidology itu, dek!” kata Dinda.

“Wah, kalo gaya kidology ini dipraktekkan di dunia politik, seru juga kali ya, mbak?!” ucap Gilang.

“Iya, pasti itu, dek! Cuma persoalannya; hanya orang-orang dengan daya tahan tinggi, kesiapan mental dan pikiran yang tidak mengecilkan lawan aja yang bisa memainkannya! Kalo yang memainkannya orang-orang yang berpikir pragmatis, malahan nggak jalan, dek! Bisa-bisa beban yang dilempar ke lawan, berbalik ke badannya!” tutur Dinda sambil tersenyum. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *