137 views

Soal Kelenturan

“KOK bete gini mukanya, mbak? Capek ya..? Apa ada yang ngeganjel di hati?!” ucap Gilang saat melihat Dinda masuk mobil sekeluarnya dari tempat les, ba’da maghrib tadi.

“Capek iya, kesel iya! Lengkaplah penderitaan!” ketus Dinda sambil membantingkan tasnya di jok mobil.

“Lho, kok jadinya kayak sudah menderita bener gitu sih, mbak? Kayak nggak ada nikmatnya lagi seharian ini! Emang kenapa?!”

“Mbak kesel aja, dek! Banyak laku dan celetukan temen-temen di tempat les yang nggak ngenakin! Kayaknya sengaja bener mereka ngebuat mbak biar nggak nyaman, jad berenti dari les itu!” kata Dinda.

“O gitu, mbak! Adek bisa pahami, kalo sekelas mbak yang tegar aja bisa bete gini, berarti apa yang mereka lakuin emang sudah keterlaluan! Tapi adek yakin, mbak tetep bisa survive! Dibawa tenang aja ya, mbak?!” ucap Gilang.

“Ya, mbak sih sudah coba selalu tenang! Enjoy dan EGP, dek! Tapi sekali ini bener-bener ngebuat nggak nyaman! Mereka kayak nggak mau nerima mbak! Nggak mau ada sesuatu yang baru di kelompoknya!”

“Biasa itu, mbak! Suatu kelompok yang ngerasa sudah solid dan nyaman dengan kondisinya, seringkali langsung antipati dengan hadirnya sesuatu yang baru! Padahal, kelenturan dalam menerima sesuatu amatlah penting! Minimal memperkaya khasanah pemikiran kita! Jadi, mbak juga mesti lentur! Harus bisa masuk ke kelompok senior disana! Karena bisa aja, komunitas di tempat les itu ngerasa terganggu dengan adanya mbak!”

“Mbak nggak ngerasa ngeganggu kok, dek? Mbak kan cuma les aja di tempat itu?!” sela Dinda.

“Ya iyalah, cuma les doang! Tapi karena beda sekolah, mungkin mereka ngerasa terganggu! Walo mbak sebenernya emang nggak ngeganggu! Bahkan nambah temen! Yang lentur ajalah, mbak! Adek yakin, dengan mbak bersikap lentur, ke depannya bisa lebih baik!”

“Ya kalo mbak sih bisa aja lentur, dek! Tapi mereka kan belum tentu nerima juga?!”

“Memang, tak mudah masuk dalam suatu kelompok yang ngerasa dirinya amat terjaga, mbak! Diperluin keluasan hati, pikiran, dan konsistensi dalam jalaninya! Kunci untuk bisa diterima atau menerima hadirnya sesuatu yang baru itu ya bersikap dan berperilaku yang lentur, mbak!” kata Gilang.

“Kelenturan kayak mana yang bisa jadi contoh, dek? Sebab, tak mudah juga kita ngelakuinnya kalo sudah apriori sebelumnya?!” sela Dinda.

“Mbak pernah nonton film berjudul Victoria & Abdul nggak?!”

“Nggak, dek! Malah baru denger ini judul film itu! Emang apa ceritanya?!”

“Di film yang ditayangin di HBO itu diceritain gimana Ratu Inggris, Victoria, begitu lenturnya dalam menjalani kehidupan pribadinya! Ia bersikap begitu baik pada seorang pelayannya yang bernama Abdul!” Gilang mulai bercerita.

“Terus, dek…?!”

“Abdul itu pelayan asal India! Dia Muslim! Karena bawaannya yang baik, sopan, dan berdedikasi, sang Ratu terpikat! Oleh kepandaian dan kesantunan serta kesetiaan Abdul! Tak segan-segan Ratu Victoria belajar bahasa Urdu! Bahasa tertinggi orang India! Bahkan mengangkatnya sebagai munshi! Guru sang Ratu! Abdul pun dimasukkan dalam anggota keluarga Kerajaan Inggris!”

“Emang nggak protes ya anak-anak Ratu Victoria dan petinggi kerajaan dengan kehadiran Abdul si pelayan yang dijadikan keluarga kerajaan, dek?” sela Dinda.

“Tentu saja proteslah, mbak! Apalagi pengaruh Abdul bagi Ratu Victoria begitu besar! Berbagai cara dilakukan oleh keluarga kerajaan untuk menjauhkan sang Ratu dari Abdul! Mereka berhasil! Abdul sempat tersingkir!”

“Endingnya gimana, dek?!” kata Dinda penasaran.

“Saat menjelang wafat, Ratu Victoria memanggil Abdul! Dia tetep manggilnya munshi! Sang guru! Ditambah sebagai anak manis! Bahkan, saat dibimbing menyambut hadirnya sakaratul maut, Ratu Victoria sempat mengucap kata; Alhamdulillah! Selain doa-doa sesuai keyakinan agamanya! Film ini mengajarkan pada kita, betapa kelenturan dalam hidup ini sesuatu yang amat indah! Amat manusiawi! Tanpa menghilangkan status sosial apalagi keyakinan agama masing-masing! Kelenturan itu menasbihkan bahwa kita semua sama! Sama-sama manusia yang mesti saling melengkapi! Endingnya, begitu Ratu wafat, Abdul dan keluarganya yang sudah pindah ke Inggris, diusir oleh keluarga kerajaan! Mereka kembali ke India! Tapi bagi Abdul, kedekatannya dengan Ratu tak pernah putus! Setiap pagi, ia sapa dan doakan Ratu Victoria!” urai Gilang.

“Begitu hebatnya ya kelenturan Ratu Victoria, dek! Meski punya kekuasaan yang luar biasa, dia tetep bersikap baik dengan pelayan sekalipun! Ini beneran ceritanya ya, dek!” kata Dinda.

“Ya, itulah kelebihan orang-orang hebat, mbak! Ia memiliki wise! Punya kelenturan luar biasa dalam melakoni hidupnya! Di film itu disebutkan kalo cerita itu beneran! Baru terungkap di awal tahun 2000-an lalu! Abdul sendiri wafat di tahun 1909! Terlepas kesahihan ceritanya, banyak pelajaran yang bisa kita petik dari film Victoria & Abdul tersebut! Utamanya bagaimana kita lentur dalam menjalani kehidupan ini! Seperti kelenturan Tuhan yang mau beri ampunan atas kesalahan kita! Sepanjang kita memohon ampunan kepada-Nya!” tutur Gilang sambil memegang erat kedua telapak tangan Dinda; saling menguatkan!. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *