132 views

Sang Penakluk Covid-19

Gunawan Handoko
KELAK lima atau sepuluh tahun mendatang akan terdapat memori cerita untuk para cucuku. Setidaknya, kenangan bagi keluarga kecil mereka.

Ya. Hanya sekedar cerita kenangan. Tentang wabah yang bernama corona, yang melanda seluruh dunia. Termasuk negeri yang mereka cintai : Indonesia.

Selanjut mereka pun akan berkisah bahwa dari sekian juta manusia yang terpapar wabah corona salah satunya adalah Eyang mereka sendiri, yang sangat mereka sayangi.

Ketika itu, Senin 26 Mei 2021, bertepatan dengan 14 Ramadan 1442 Hijriah, Eyangku yang kebetulan aktif sebagai pegiat dan relawan literasi di Lampung di minta sebagai nara sumber dalam acara dialog interaktif secara live di stasiun TVRI Lampung selama 60 menit dari pukul 15.00 – 16.00 wib.

Usai acara, baru saja keluar dari ruang studio, tiba-tiba Eyang merasa sesak nafas yang amat sangat. Konon, sesak nafas seperti itu baru terjadi sepanjang hidup. Rasanya persis seperti tenggelam dalam air, gelagapan.

Eyang sempat terduduk beberapa saat di ruang tunggu untuk mengatur nafas dan meyakinkan bahwa dirinya bisa membawa kendaraan untuk pulang ke rumah. Sampai di rumah, Eyang langsung terbaring di kamar sembari menunggu saat berbuka puasa.

Malam itu bukan hanya sesak nafas yang menyerang Eyang, tapi dibarengi dengan suhu badan yang panas dan batuk kering.

Setelah 3 hari terbaring dirumah dan tidak ada perubahan, Eyang dibawa ke rumah sakit Hermina Bandar Lampung.

Sesuai prosedur di masa pandemi, maka tindakan medis yang pertama kali dilakukan adalah test antigen. Hasilnya reaktif positif. Sehingga harus dilakukan isolasi di rumah sakit. Sekaligus perawatan terhadap kemungkinan adanya penyakit bawaan, seperti jantung, paru-paru dan lainnya. Termasuk test PCR.

Virus corona memang ganas! Paru-paru Eyang sempat di hajar dan itu yang membuat sesak nafas. Setelah satu minggu menjalani isolasi di rumah sakit, dilanjutkan dengan isolasi mandiri di rumah. Kendati hasil PCR masih positif. Artinya masih berpotensi menularkan dan tertulari.

Sehingga selama menjalani isolasi mandiri, Eyang di tempatkan di belakang rumah yang terdapat pavilyun kecil sehingga tidak ada satu pun diantara kami yang tahu. Kami yang waktu itu masih kecil mengira bahwa Eyang masih dirawat di rumah sakit.

Setiap saat Eyang menghubungi kami lewat video call walau sekedar menanyakan kabar sudah makan atau sedang apa, sambil minta di doakan semoga lekas sembuh. Hingga akhirnya suatu hari menjelang Idul Fitri Eyang menampakkan diri dihadapan kami semua dan bersikap seolah-olah baru pulang dari rumah sakit.

Rupanya Eyang baru saja menerima hasil test PCR yang terakhir dan sudah memungkinkan untuk berbaur dengan kami, karena sudah tidak berpotensi menulari walaupun masih bisa tertular.

Maklum usia Eyang kami sudah diatas angka 60 sehingga imun dan kekebalan tubuhnya sudah mulai rapuh.

Nah, kisah itu kelak akan menjadi kenangan cerita keluarga cucu-cucuku. Sehingga kalau ada diantara kalian yang menerima cerita bahwa virus corona itu dibuat-buat, bahwa itu virus influenza biasa, semua itu tidak benar!

Karena cucuku akan membenarkan bahwa wabah virus corona itu ada dan mereka akan menunjukkan beberapa lembar foto dan video dokumentasi Eyangnya!

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *