44 views

Mati Ide

“DEK, sebentar lagi kan sekolahan adek mau ulang tahun! Apa aja kegiatannya?!” tanya Dinda pada Gilang, sore tadi.

“Nggak tau, mbak?!” sahut Gilang, cuek.

“Lho, kok nggak tau sih? Biasanya adek dan temen-temen sejak jauh hari sudah sibuk dengan berbagai kegiatan buat meriahin acara ulang tahun sekolah?!”

“Iya sih, biasanya emang gitu, mbak! Tapi nggak tau untuk sekarang ini! Adek juga nggak denger-denger dari temen sekelas apa aja kegiatannya!”

“Kok bisa gitu, dek? Biasanya kan setiap nyambut ulang tahun sekolah banyak bener kegiatannya! Mulai pertandingan olahraga, kesenian, cerdas cermat, sampai kunjungan ke panti asuhan! Masak sih sekarang ilang gitu aja? Kali adek aja yang nggak peduli, makanya nggak tau!” kata Dinda.

“Adek juga nggak tau kenapa, mbak? Yang adek tau, sampai kemarin, ya nggak ada temen-temen yang bilang soal kegiatan nyambut ulang tahun sekolah!”

“Aneh ya, nggak biasanya kayak gini lo, dek?! Pasti ada yang salah di sekolahan adek sekarang ini!”

“Aneh apanya, mbak? Kan emang nggak ada ketentuan wajibnya kalo ulang tahun sekolah itu harus ada kegiatan-kegiatan yang ngerameinnya? Jadi, mau ada kegiatan atau pun nggak ada, ya biasa-biasa ajalah! Bukan sesuatu yang aneh sih nurut adek! Apalagi kalo mbak bilang ada yang salah di sekolahan, ya nggak adalah! Semua berjalan seperti biasanya! Jam masuk, jam istirahat sampai jam pulang juga nggak ada yang berubah! Guru-guru juga tetep ngajar kayak biasa kok!” ujar Gilang.

“Boleh jadi emang nggak aneh, dek! Tapi mbak liat ada yang salah lo?!”

“Salahnya dimana nurut mbak?!”

“Kok para anak didik kayak sudah mati ide aja ya?! Urusan ulang tahun sekolah yang dari tahun ke tahun secara rutin diisi dengan berbagai kegiatan, sekarang kok ilang gitu aja! Ini kan tandanya para anak didik, dan guru juga, sudah pada nggak peduli dengan hari sakral sekolah, dek!” tutur Dinda.

“Emang kalo mati ide kenapa, mbak?!” tanya Gilang.

“Itu yang bahaya, dek! Ide atau gagasan itu bagian dari ekspresi kepemilikan seseorang atas sesuatu! Dalam hal ini, rasa memiliki para anak didik dan juga para guru, pada sekolahan itu! Kalo untuk melahirkan ide aja sudah nggak keluar lagi, menandakan ada sesuatu yang salah dalam proses belajar mengajar di sekolahan adek! Kalo hal ini dibiarkan saja, akan menjadikan para anak didik kering dari kreativitas, lumpuh imajinasinya dalam membuka katup-katup impian dan angannya! Padahal, keberadaan ide atau keberanian melontarkan suatu gagasan adalah sisi tak terpisah dari jiwa seorang manusia!” jelas Dinda.

“Nyantai aja kali, mbak! Nggak usah serius-serius amat ngebahas soal kayak gini mah?!” kata Gilang.

“Ya mbak sih nyantai dek! Cuma mbak heran aja, kok bisa mati ide terjadi di kalangan yang bergelut di dunia pendidikan! Nggak kebayang sama mbak, gimana nantinya ketika adek dan temen-temen harus menghadapi sesuatu yang membutuhkan kecerdasan atau kecerdikan dalam meramu suatu ide untuk diwujudkan pada aksi nyata!”

“Sebenernya ya nggak separah yang mbak dugalah! Kami tetep punya ide, tetap punya kreasi, bahkan kreativitas kami nggak kalah dibanding murid sekolah lain! Cuma kali pas nyambut ulang tahun sekolah, pada males aja nyampein ide-idenya!” ujar Gilang.

“Nah, ketemu masalahnya kalo gitu, dek! Yaitu males nyampein ide-ide! Kenapa bisa begitu?!” sela Dinda.

“Ya mau ngapain capek-capek kasih ide kalo akhirnya nggak dijalanin, mbak? Adek yakin kok, kami para anak didik nggak kalah pinter ngeramu ide buat dijadiin kegiatan-kegiatan yang bagus, bernilai dan membesarkan nama sekolah! Masalahnya, semua ide itu mandek di kepala sekolah, mbak! Sebagus apapun ide, kalo kepala sekolah nggak nganggukin kepala pertanda dia setuju, nggak bakal bisa jalan!” kata Gilang.

“Lho, kok bisa gitu, dek? Emang kepala sekolah maunya kayak mana?!”

“Itu yang adek nggak tau, mbak! Kepala sekolah kan jarang bener mau nyampein apa yang dimauinnya! Kalo pun dia bilang, ya hanya pada anak-anak murid yang dinilainya pinter atau yang rajin cari waktu untuk selalu ngadep dia aja! Bukan ke anak murid kayak adek dan temen-temen yang anak didik biasa-biasa aja!”

“Aneh juga ya, dek?! Padahal, kalo ide yang masuk ditampung, dipelajari dan setelah melalui berbagai pertimbangan, ada yang disetujui untuk dilakuin, kan nama kepala sekolah juga yang bagus!” kata Dinda.

“Adek nggak ngerti, mbak! Yang adek tau, sekarang ini, di kalangan anak didik, emang sudah males-males bener sekadar kasih ide aja! Yang penting guru ngajar dengan baik dan kami tetep dapet pelajaran sesuai kurikulum! Diluar itu, ngapain dipikirin!” ucap Gilang, sambil tersenyum kecut. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *