35 views

Saat Lelah Itu Telah Membuncah

SEJAK pulang dari sekolah, sampai lewat waktu makan malam, Dinda tak jua sekalipun keluar kamarnya. Gilang berinisiatif; mengetuk pintu kamarnya. Tak ada sahutan.

“Mbak…! Mbak…!” kata Gilang di depan pintu kamar Dinda. Tak ada tanggapan.

Diulangnya memanggil Dinda. Berkali-kali. Baru ada sahutan: “Nggak di kunci, masuk aja, dek!”

Gilang pun mendorong pintu kamar. Dilihatnya Dinda rebahan di ranjang.

“Mbak sakit?” tanya Gilang.

“Nggak, dek! Lelah aja!” sahut Dinda.

“Lelah kenapa, mbak? Kan di sekolah nggak banyak aktivitas yang menguras tenaga?!”

“Kalo lelah itu bukan karena dominan keluarin tenaga, adek! Tapi pikiran!” sela Dinda.

“Oh gitu ya? Emang apa yang mbak pikirin kok sampai lelah gitu? Setau adek, mbak itu kan cewek tangguh! Bahkan waktu SD dikenal sebagai cewek preman!” ucap Gilang.

“Jadi gini lo, dek! Setangguh apapun orang, sekuat baja sekalipun mentalnya, tetep aja ada hal-hal yang ngebuat dia lelah juga! Gitu juga mbak! Jadi jangan dikira kalo orang hebat itu nggak ada capek pikiran dan batinnya!” ketus Dinda.

“Jadi apa dong yang ngebuat mbak lelah ini?!”

“Situasi dan kondisi, dek!”

“Emang kenapa situasi dan kondisinya, mbak?!”

“Nggak sesuai sama yang mbak pikirin, dek! Nggak cuma itu aja! Lingkungan juga jauh dari yang mbak kira!”

“Lha, kehidupan kan emang nggak selalu seperti yang kita mauin, mbak?! Kan mbak tau itu dan sudah sering ngalaminya! Kok sekarang jadi lelah ngebuncah gini?!”

“Mungkin sudah mencapai klimaksnya ya, dek?! Selama ini mbak sudah upaya dengan beragam cara sesuai kemampuan untuk menjadikan situasi, kondisi dan lingkungan seperti yang mbak mauin! Awalnya memang keliatan tertata rapih! Tapi makin kesini, kok bukannya makin membaik, malahan nggak karuan!” urai Dinda.

“Ya, anggap aja itu seni kehidupan, mbak! Dinamika yang akan makin menguatkan, mbak!”

“Awal-awalnya emang mbak anggep gitu, dek! Ini seni dan dinamika kehidupan! Tapi lama-lama, nggak kuat juga, dek! Mbak akhirnya lelah sendiri!”

“Memang sih, mbak! Di dunia ini ada hal-hal yang tidak bisa dipecahkan! Tapi nggak ada satu hal pun yang tidak bisa diselesaikan! Mbak harus terus gelorakan ambisi mbak! Karena ambisi itu dorongan untuk wujudin impian-impian besar dalam kehidupan!” kata Gilang.

“Sudah kelewat nasihatnya, dek! Mbak sudah terlalu lelah! Lelah ini sudah membuncah!” ujar Dinda.

“Adek paham kok, mbak! Kadangkala kita memang sangat lelah oleh hal-hal yang tak kita perkirakan sebelumnya! Dan bila kita tak mampu mengelolanya dengan baik, bisa saja kita mengambil sikap praktis pragmatis yang dalam jangka panjangnya akan merugikan diri kita sendiri!”

“Maksudnya kayak mana, dek?” tanya Dinda.

“Ya kalo kita nggak bisa kelola dan keluar dari kelelahan seperti yang mbak alami saat ini, seorang pejabat publik pun bisa mendadak menanggalkan jabatannya lo! Dan kalo hal itu terjadi, yang paling rugi adalah lingkungannya yang selama ini menikmati keenakan tapi tak mampu kendalikan diri!”

“Emang ada pejabat publik yang mau mundur akibat kelelahan menghadapi lingkungannya sendiri, dek?!”

“Adek nggak mau mendahului, mbak! Liat aja perkembangannya! Kalo dia mampu kelola kelelahannya dengan baik, ya nggak, mbak! Tapi kalo lingkungannya tak menyadari, bisa aja langkah ekstrem itu dia lakukan!” tutur Gilang seraya mengajak Dinda keluar kamarnya. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *