32 views

Soal Kelahiran

HAMPIR seharian Dinda mengurung diri di kamar. Bahkan untuk kebutuhan makan minum pun, dia minta dianter ke kamar. Jelang matahari terbenam, barulah ia keluar kamarnya.

“Ngapain aja sih mbak seharian ngurung diri di kamar?!” sapa Gilang begitu melihat Dinda.

“Lagi pengen aja, dek! Emang kenapa?!” sahut Dinda dengan cueknya.

“Nggak biasanya aja mbak tahan seharian ngurung diri di kamar! Maka adek tanya?!”

“Jangan baper amat sih dek kalo liat sesuatu yang nggak biasa itu! Kan ada kalanya orang pengen nyepi! Pilihan nyepi itu kadang perlu untuk merefleksi sesuatu!” ucap Dinda.

“Maksudnya gimana sih, mbak? Adek nggak nyambung lho!”

“Begini lho, dek! Ada waktu-waktu tertentu dan demi sesuatu, kita menyepi! Menikmati satu suasana privacy sesuai kehendak hati! Kita ingin sesaat lepas dari segala hiruk pikuk dan radar pantauan lelakon kehidupan nan transparan! Itulah yang mbak lakoni hari ini!” kata Dinda.

“Ya terus kenapa harus nyepi itu, mbak?!”

“Karena mbak sedang merefleksi suatu kelahiran, dek! Kelahiran sebagai wujud kehadiran di muka bumi ini! Kelahiran yang perlu introspeksi atas apa yang sudah dilakukan! Kelahiran yang menuntut kesadaran akan kian sedikitnya jatah kehidupan! Kelahiran yang berdimensi menorehkan sesuatu yang bermakna bagi sesama!” ucap Dinda.

“Kenapa merefleksi makna kelahiran perlu nyepi, mbak?!”

“Karena kelahiran itu suatu proses yang amat menentukan bagi seseorang, dek! Tak ada kelahiran di tengah hiruk pikuk atau ketersanderaan perasaan! Pada suatu suasana dan tempat yang bisa dianggap nyepi itulah kita akan sadari sepenuhnya akan hakekat kehadiran! Itu sebabnya, bagi orang-orang yang memahami betapa sakral suatu kelahiran, ia akan memilih tempat dan suasana yang bisa membuatnya nyaman! Suasana itu pula akan menyadarkan akan adanya akhir dari kehidupan!”

“Kalo soal kelahiran bisa diisi dengan nyepi dan introspeksi diri untuk lebih mapan ke depannya, kenapa akhir kehidupan juga dimasukkan dalam perenungannya, mbak?!” Tanya Gilang.

“Untuk adek tau aja ya?! Saat-saat terakhir bisa datang kapan saja! Ia bisa hadir seperti petir di siang bolong, tanpa ada seorang pun yang mengetahui sebelumnya! Jadi yakini, saat-saat terakhir tidak bisa direncanakan atau dihindari begitu saja! Ada sunnatullah yang tak bisa kita atur-atur! Ada kejadian-kejadian yang tak bisa kita hindari! Itu sebabnya, di saat kita mensyukuri suatu kelahiran, kita juga mesti sadari akan datangnya penutup dari kelahiran itu sendiri!”

“Kelahiran itu akan terus terjadikan, mbak? Dan apakah akan selalu direfleksi dalam suatu suasana pe-nyepi-an?!”

“Kelahiran akan terus ada, dek! Terus bergulir sepanjang zaman! Soal penikmatannya dengan pe-nyepi-an atau tidak, semua tergantung pada sikon yang ada! Pada orang yang suka dengan suasana itu! Hakekatnya, cerita kehidupan ini -dalam konteks apapun- bermula dari kelahiran dan akan berakhir dengan kematian!”

“Karena itulah maka mbak memilih ngurung diri di kamar demi mengingat pe-nyepi-an untuk melahirkan gelora kejuangan meraih kegemilangan ke depannya ya?!” ujar Gilang.

“Iya, dek! Hanya jiwa kita yang tau betapa sering kita memainkan gendang kehidupan yang tak selaras dengan nyanyian saat kelahiran! Maka mbak berdiam di kamar seharian untuk menyelaraskan kembali tetabuhan yang tak beraturan itu! Dalam pe-nyepi-an itulah jiwa kita bisa bersahutan dengan senandung Tuhan yang penuh kasih dan sayang!” tutur Dinda sambil menggandeng Gilang menuju musolla untuk maghriban. (ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *