50 views

Bicara Habits

“MBAK, jangan terus-terusan masak sendiri gitu dong? Kan sudah disiapin makan dan lauknya sama mama! Kayak nggak ngehargai aja!” kata Gilang sepulang sekolah tadi sore.

“Mbak mau buat makanan sendiri, dek! Mie goreng dengan talur setengah mateng!” sahut Dinda sambil menuju dapur.

“Ini di meja makan banyak lauk, mbak! Ngapain buat lagi! Mubazir aja masakan mama nanti, nggak pernah abis!”

“Ya nggak apa-apakan kalau mbak buat makanan sendiri, dek? Bukan nggak ngehargai yang sudah dimasakin mama, tapi emang sudah jadi habits mbak! Kebiasaan mbak! Lebih suka buat makanan sendiri pas pengen makan!” ucap Dinda.

“Ya emang bener sih, selama ini mbak gitu! Kapan pengen makan, buat sendiri! Tapi yang sudah disiapin mama jadi sering nggak kemakan! Apalagi sejak buya mondok, kan nggak ada lagi yang gelotekan malem-malem bukain tudung di meja makan!” kata Gilang.

“Adek, kalau sesuatu itu sudah jadi habits, jadi kebiasaan, susah ngerubahnya! Apalagi kalau sudah jadi karakter! Masig bagus, habits mbak positif! Setiap pengen makan, buat sendiri! Coba kalau habitsnya harus beli, kan repot!”

“Kalau kebiasaan mau makan harus beli, baiknya mbak buka rumah makan aja!” sela Gilang.

“Itu sekadar misal aja, dek! Nanti makin adek besar dan banyak bergaul, bakal ketemu orang-orang dengan habitsnya yang beragam!”

“Misalnya kayak mana, mbak?!” tanya Gilang.

“Ada orang yang kebiasaannya ngusilin orang dan akhirnya jadi karakter, dia nggak bisa liat orang nyaman! Nggak seneng kalau ada kawannya hidup tenang, bahagia apalagi sukses! Ada aja keusilannya, ngeganggu sang kawan! Habits gaya ini sekarang jadi dominan pada karakter orang!” urai Dinda.

“Apa pulalah manfaatnya ngusilin orang, mbak?!”

“Emang belum tentu dapet manfaat, dek! Tapi dari kebiasaan itulah lahir karakter pribadi kita! Maka itu sejak kecil kita diarahin pada kebiasaan-kebiasaan yang positif! Biar karakter yang terbangun di diri kita juga baik!”

“Kalau kita bergaul dengan orang yang kebiasaannya nggak baik, karakternya nggak cocok, enakan nyingkir ya, mbak! Ketimbang nanti ketularan virusnya!” ujar Gilang.

“Baiknya emang gitu, dek! Kalau sudah tahu kebiasaan seorang kawan nggak klop, baikan kita nyingkir! Jaga jarak! Tapi nggak harus mutusin perkawanan!”

“O gitu, mbak! Ada kawan adek yang punya kebiasaan nempel ke kawan yang lagi tajir! Gitu kawan itu keliatan susah, dia ngejauh! Ini juga akibat habits negatif yang akhirnya ngebentuk karakter ya, mbak?!”

“Kalau karakter kayak gitu sih sudah dominan dalam pergaulan, dek! Nggak usah heran! Anggep aja yang kayak gituan adalah dinamika kehidupan!”

“Maksudnya gimana, mbak?!” tanya Gilang.

“Adek perlu tahu, hidup ini pada hakekatnya penuh keindahan! Kenyamanan dan ketenangan! Mulailah semuanya dengan habits yang positif! Berpikir dan bertindak positif! Maka akan kebangun karakter yang positif juga! Yang tetep optimis dalam kondisi apapun! Mbak pesen; teteplah senyum, karena dari situ akan muncul habits positif dan optimistis!” tutur Dinda sambil terus kerjakan makanan yang diinginkannya. (*)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *