32 views

Boleh Jalan Pelan-Pelan

GILANG gelisah. Sudah satu jam lebih Dinda belum sampai di rumah sepulang sekolah. Karena tak kuasa menahan kegalauannya, teleponlah dia.

“Halo, mbak! Mbak dimana? Kok sudah sejam dari keluar sekolah nggak nyampe-nyampe rumah juga!” kata Gilang setelah Dinda mengangkat hpnya.

“Ini sudah deket kok, dek! Tunggu mbak di depan pager ya?!” sahut Dinda.

Tak lama, Dinda pun sampai di rumah. Wajahnya ceria-ceria saja. Pembawaannya pun seperti biasa; nyantai.

“Emang mbak darimana sih kok baru nyampe rumah?!” ujar Gilang.

“Mbak tadi anter temen dulu, dek! Dia kan abis kecelakaan, nah sopirnya telat ngejemput karena kepergok macet! Kasiankan? Jadi mbak anter aja dia pulang! Apalagi katanya dia harus segera minum obat!” kata Dinda.

“Emang temen mbak sakit apanya abis kecelakaan itu?!”

“Tulang kakinya retak, dek! Jadi masih di-gips dan pake tongkat ke sekolah tadi! Jalannya aja susah bener! Setapak-setapak gitu?!”

“Wong masih sakit kok ya maksain sekolah ya, mbak? Mestinya ya istrhat aja dulu!” sela Gilang.

“Justru itu terapinya, dek! Kata dokter, harus dibawa jalan! Boleh jalan tapi pelan-pelan!”

“Alah, mbak! Itu malah nyusahin namanya! Kalo pun mau jalanin kata dokter, ya praktikin aja di rumah! Jadi nggak ngerepotin orang lain!”

“Kok adek jadi nyinyir begitu sih? Kita kan harus teposeliro, harus hargai semangatnya untuk tetep bisa sekolah walo jalannya tertatih-tatih gitu! Lagian mbak nggak ngerasa direpotin kok!” ucap Dinda.

“Adek nggak nyinyir-in kondisi temen mbak kok! Ngedenger kalimat mbak; boleh jalan tapi pelan-pelan itu, kok adek jadi ngegendek!”

“Lho, apa kaitannya, dek?!” tanya Dinda.

“Nggak berkaitan sih sama temen mbak, cuma ya nyerempet urusan jalan itulah! Kita semua kan tau, urusan pembangunan flyover depan MBK itu sejak awal nimbulin beragam cerita yang silang-sengkarut!” kata Gilang.

“Terus gimana emangnya?!”

“Setelah ada pertemuan bersama di kantor Kemenpu-pera, semua terungkap; pengalihan status jalan dari jalan nasional belum clear, dokumen DED-nya harus direvisi, termasuk tingkat kecuramannya juga mesti diperbaiki! Geometri salah kaprah! Itu semua kan persyaratan mutlak! Nah, Dirjen Bina Marga sudah negesin kalo sambil nunggu perbaikan yang jadi persyaratan mutlak itu selesai, pengerjaannya dihentikan dulu!” urai Gilang.

“Dimana kaitannya dengan omongan mbak kalo boleh jalan tapi pelan-pelan itu, dek?!” sela Dinda.

“Pernyataan teges Pak Dirjen Bina Marga itu diplintir sama pejabat pemkot kalo pejabat kementerian itu minta pengerjaan flyover agak dilambatin! Jadi bukan dihentikan sambil menunggu semua persyaratan diselesaikan! Itu kan sama aja dengan omongan mbak; boleh jalan tapi pelan-pelan!” kata Gilang sambil tertawa.

“Ah, adek mah ada aja lo! Mbak kirain apa? Lagian soal pembangunan flyover di depan MBK itu kan emang sudah sejak dari awalnya gumek nggak karuan, dek!” sahut Dinda.

“Ya gumeknya itu kan karena kesalahpahaman aja sih, mbak! Pihak pemprov ngingetin untuk ikuti aturan, pihak pemkot ngerasa sudah ikuti aturan! Makanya jadi muncul beragam penilaian! Padahal, intinya kan cuma harus patuh aturan! Itu doang kan?!”

“Iya sih, cuma soal patuh aturan aja! Masalahnya, soal sederhana kayak gitu, yang kita yakin pejabat pemkot juga tau persis bagaimana prosedur yang harus dilalui, jadi berkembang kemana-mana karena banyak yang ngipas-ngipas terkait pilgub! Padahal secara logika, ya nggak ada kaitannya ngebangun flyover sama pilgub, dek! Emangnya flyover mau milih? Atau emangnya di flyover mau ada TPS-nya, kan nggak!”

“Kalo nurut mbak, setelah ada penegasan Dirjen Bina Marga itu, apakah masih akan ada per-kilahan lain ya yang dimainkan?!”

“Kayaknya sih ya tetep bakal ada per-kilahan untuk melanjutkan pengerjaan flyover, dek! Bahasanya pejabat pemkot kan jelas; sambil nunggu penyerahan jalan ini, kementerian minta untuk agak dilambatin kerjanya! Itu namanya bahasa bersayap, dek! Tetep aja ngedepanin gengsi ketimbang taat aturan! Lha kalo sesama birokrat yang paham aturan aja lebih ngedepanin gengsi ketimbang taat aturan, kita-kita yang anak sekolahan mau belajar ketaatannya pada siapa jadinya?!” tutur Dinda.(ยค)

Bagikan berita ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *